SELAMA ini kita tidak bisa menemukan sajak-sajak Chairil Anwar dalam satu buku.
Sebagian kita temukan dalam Deru Campur Debu dan Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus, sedangkan sebagian lagi kita jumpai dalam Tiga Menguak Takdir dan Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45. Akan tetapi, sajak-sajak yang terdapat dalam pelbagai buku itu sekarang disatukan dalam AKU INI BINATANG JALANG ini.
Secara keseluruhan sajak-asli, dalam koleksi ini juga dimuat untuk pertama kalinya surat-surat Chairil - yang menggambarkan "keadaan jiwa"-nya - kepada karibnya, H.B. Jassin.
Sudah sepatutnyalah setiap pencinta sastra Indonesia memiliki koleksi sajak penyair yang "mau hidup seribu tahun lagi" ini.
Anak Semua Bangsa
MYR
56.00
Pengarang Pramoedya Ananta Toer
ISBN 979-97312-4-0
Penerbit Lentera Dipantara
2010, Edisi Cetakan 12, Januari 2010, 539 muka surat
Harga RM 56.00
Kandungan
Kehadiran roman sejarah ini, bukan saja dimaksudkan untuk mengisi sebuah episode berbangsa yang berada di titik persalinan yang pelik dan menentukan, namun juga mengisi isu kesusasteraan yang sangat minim menggarap periode pelik ini. Karena itu hadirnya roman ini memberi bacaan alternatif kepada kita untuk melihat jalan dan gelombang sejarah secara lain dan dari sisinya yang berbeda.
Tetralogi ini dibagi dalam format empat buku. Pembagian ini bisa juga kita artikan sebagai pembelahan pergerakan yang hadir dalam beberapa periode.
"Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat .... Kau sudah lupa kiranya, Nak, yang kolonial selalu iblis. Tak ada yang kolonial pernah mengindahkan kepentingan bangsamu." --- Paramoedya Ananta Toer ---
Bilangan Fu
MYR
42.00
ISBN 978-979-91-0122-8
Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
2008, Edisi Pertama, 537 muka surat
Harga RM 42.00
Kandungan
Novel Pertama dari Dua Novel yang bicara tentang cinta, misteri, dan spiritualisme kritis. Jika kebetulan terjadi terlalu banyak, apakah kamu percaya bahawa itu tidak bermakna?
Yuda, "si iblis", seorang pemanjat tebing dan petaruh yang melecehkan nilai-nilai masyarakat. Parang Jati, "si malaikat", seorang pemuda berjari duabelas yang dibentuk oleh ayah angkatnya untuk menanggung duka dunia. Marja, "si manusia", seorang gadis bertubuh kuda teji dan berjiwa matahari. Mereka terlibat dalam segitiga cinta yanglembut, di antara pengalaman-pengalaman keras yang berawal dari sebuah kejadian aneh -- orang mati yang bangkit dari kubur -- menuju penyelamatan perbukitan gamping di selatan Jawa. Di antara semua itu, Bilangan Fu sayup-sayup menyingkapkan diri.
Bumi Manusia
MYR
56.00
Pengarang Pramoedya Ananta Toer
ISBN 979-97312-3-2
Penerbit Lentera Dipantara
2010, Edisi Cetakan 15, Januari 2010, 535 muka surat
Harga RM 56.00
Kandungan
Roman Tetralogi Buru mengambil latarbelakang dan cikalbakal nation Indonesia di awal abad ke-20. Dengan membacanya waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula, juga pertautan rasa, kegamangan jiwa, percintaan, dan pertarungan kekuatan anonim para srikandi yang mengawal penyemaian bangunan nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.
Roman bagian pertama; Bumi Manusia, sebagai periode penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus kreator adalah manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya menuju manusia bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.
"Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan" --- Pramoedya Ananta Toer ---
Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat sentimentil: Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu....Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.
Aku tak mencintaimu seakan kau mawar-bergaram, atau manikam, atau anak panah bunga-bunga anyelir yang memadamkan api. aku mencintaimu bak benda-benda gelap tertentu yang dicintai, dalam rahasia, di antara bebayang dan jiwa.
Aku mencintaimu bagaikan tanaman yang tak pernah merekah namun membawa sinar dari bunga-bunga tersembunyi dalam dirinya; terima kasih pada cintamu atas harum tertentu yang padat, yang bangkit dari bumi, mukim dalam gelap di tubuhku.
Aku mencintaimu tanpa tahu bagaimana, atau kapan, atau dari mana. Aku mencintaimu dengan lugas, tanpa banyak soal atau rasa bangga; begitulah aku mencintaimu sebab aku tahu tak ada jalan lain.
selain ini: di mana aku tak ada, kau juga tak ada begitu dekat sehingga tanganmu yang di dadaku tak lain tanganku begitu dekat sehingga aku tidur seolah matamulah yang terpejam
Pablo Neruda lahir di Chili, 12 Maret 1904. Bersama Dario ia sering disebut-sebut sebagai penyair terbesar Amerika Latin. Neruda meraih pelbagai penghargaan internasional, di antaranya: International Peace Prize (1950), The Lenin Peace Prize dan The Stalin Peace Prize (1953) dan The Nobel Prize for Literature (1971). Ia wafat September 1973 karena leukemia.
Jejak Langkah
MYR
56.00
Pengarang Pramoedya Ananta Toer
ISBN 979-97312-5-9
Penerbit Lentera Dipantara
2010, Edisi Cetakan kedelapam, Juni 2010, 724 muka surat
Harga RM 56.00
Kandungan
Roman Tetralogi Buru mengambil latar kebangunan dan cikal bakal nasion bernama Indonesia di awal abad ke 20. Dengan membacanya, waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula.
Kehadiran roman sejarah ini, bukan saja dimaksudkan untuk mengisi sebuah episode berbangsa yang berada di titik persalinan yang pelik dan menentukan, namun juga mengisi isu kesusasteraan yang sangat minim menggarap periode pelik ini. Karena itu hadirnya roman ini memberi bacaan alternatif kepada kita untuk melihat jalan dan gelombang sejarah secara lain dari sisinya yang berbeda.
"Sudah lama aku dengar dan aku baca ada suatu negeri di mana semua orang sama di depan Hukum. Tidak seperti di Hindia ini. Kata dongeng itu juga: negeri itu memashurkan, menjunjung dan memuliakan kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Aku ingin melihat negeri dongengan itu dalam kenyataan." --- Pramoedya Ananta Toer ---
Tetralogi ini dibagi dalam format empat buku. Pembagian ini bisa juga kita artikan sebagai pembelahan pergerakan yang hadir dalam beberapa periode. Dan roman ketiga ini, Jejak Langkah, adalah fase pengorganisasian perlawanan.
Minke memobilisasi segala daya untuk melawan bercokolnya kekuasaan Hindia yang sudah berabad-abad umurnya. Namun Minke tak pilih perlawanan bersenjata. Ia memilih jalan jurnalistik dengan membuat sebanyak-banyaknya bacaan Pribumi. Yang paling terkenal tentu sajaa Medan Prijaji. Dengan koran ini, Minke berseru-seru kepada rakyat Pribumi tiga hal: meningkatkan boikot, berorganisasi, dan menghapuskan budaya feodalistik. Sekaligus lewat langkah jurnalistik, Minke berseru-seru: "Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan."
Manjali dan Cakrabirawa
MYR
42.00
Pengarang Ayu Utami
ISBN 978-979-91-0260-7
Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
2010, Edisi Cetakan Kedua, 251 muka surat
Harga RM 42.00
Kandungan
...Marja membual bahwa baginya yang penting cowok itu enak diajak ngomong dan perutnya sixpack. Sumi, banci salon favoritnya, menjawab, "Ike juga mau, dong, cowok yang begitu. Kayak apa sih pacar baru kamu?" Lalu Marja memperlihatkan foto Parang Jati yang bertelanjang dada. Sumi menjerit, "Aih! Cakrabirawa! Bikin ike jadi gerwani!" Maksudnya, aih, cakep banget, bikin aku jadi geregetan...
Marja adalah gadis Jakarta. Kekasihnya menitipkan ia berlibur pada sahabtnya, Parang Jati. Mereka menjelajahi alam pedesaan Jawa serta candi-candi di sana, dan perlahan tapi pasti Marja jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Parang Jati membuka matanya akan rahasia yang terkubur di balik hutan: kisah cinta sedih dan hantu-hantu dalam sejarah negeri ini. Di antaranya, hantu Cakrabirawa.
Roman Misteri - Seri Bilangan Fu adalah seri novel dengan tokoh utama Marja, si gadis kota yang ringan hati, dan dua pemuda, Yuda dan Parang Jati. Ketiganya adalah karekter utama novel besar Bilangan Fu. Jika Bilangan Fu lebih filosofis, seri roman ini lebih merupakan petualangan memecahkan teka-teki. Teka-teki itu berhubungan dengan sejarah dan budaya Nusantara, sehingga novel ringan ini membawa pembacanya mengenal kembali khazanah tersebut. Seri Bilangan Fu selanjutnya akan terdiri dari roman misteri dan roman spiritualisme kritis.
Rumah Kaca
MYR
56.00
Pengarang Pramoedya Ananta Toer
ISBN 979-97312-6-7
Penerbit Lentera Dipantara
2010, Edisi Cetakan kedelapan, Juni 2010, 646 muka surat
Harga RM 56.00
Kandungan
Roman Tetralogi Buru mengambil latar kebangunan dan cikal bakal nasion bernama Indonesia di awal abad ke 20. Dengan membacanya, waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula.
Kehadiran roman sejarah ini, bukan saja dimaksudkan untuk mengisi sebuah episode berbangsa yang berada di titik persalinan yang pelik dan menentukan, namun juga mengisi isu kesusasteraan yang sanagt minim menggarap periode pelik ini. Karena itu hadirnya roman ini memberi bacaan alternatif kepada kita untuk melihat jalan dan gelombang sejarah secara lain dan dari sisinya yang berbeda.
"Betapa bedanya bangsa-bangsa Hindia ini dari bangsa Eropa. Di sana setiap orang yang memberikan sesuatu yang baru pada umat manusia dengan sendirinya mendapatkan tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia, nampaknya setiap orang takut tak mendapat tempat dan berebutan untuk menguasainya." --- Pramoedya Ananta Toer ---
Tetralogi ini dibagi dalam format empat buku. Dan roman keempat, Rumah Kaca, memperlihatkan usaha kolonial memukul semua kegiatan kaum pergerakan dalam sebuah operasi pengarsipan yang rapi. Arsip adalah mata radar Hindia yang ditaruh di mana-mana untuk merekam apa pun yang digiatkan aktivis pergerakan itu. Pram dengan cerdas mengistilahkan politik arsip itu sebagai kegiatan pe-rumahkaca-an.
Novel besar berbahasa Indonesia yang menguras energi pengarangnya untuk menampilkan embrio Indonesia dalam ragangan negeri kolonial. Sebuah karya pascakolonial paling bergengsi.